Tuesday, 21 May 2013

ARYAN:Himpunan Doa-Doa pilihan

Hakikat Doa

Doa merupakan tali penyambung yang kukuh antara hamba dan RabNya; merupakan ibadah , zikrullah dan senjata yang ampuh bagi setiap mukmin dalam melayari bahtera kehidupan ini.

Allah dan RasulNya mengajar orang-orang beriman supaya menggantungkan harapan sepenuhnya kepada Allah , dalam semua masa samada keadaan senang atau susah.

Allah Taala berfirman di dalam Al-Quran

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ


Maksudnya “ Berdoalah kepadaku, nescaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk ke Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”(Ghafir: Ayat 60)

Seorang muslim hendaklah sentiasa berdoa kepada Allah Taala , memohon segala  sesuatu dariNya , samada hajatnya di dunia atau di akhirat, hajat yang kecil ataupun besar.
Sepertimama doa dalam Al-Quran yang masyhur:
 وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةًۭ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ حَسَنَةًۭ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Maksudnya: Dan di antara mereka pula ada yang (berdoa dengan) berkata: “Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab neraka” (Al-Baqarah Ayat 201)

Pada saat-saat tertentu, pada detik-detik tertentu langit terbuka luas, di mana doa orang yang meminta diperkenankan Allah Taala. Seperti detik sepertiga malam terakhir.

Rasullah s.a.w telah bersabda “Allah akan turun ke langit dunia setiap malam iaitu sepertiga malam yang terakhir, seraya berfirman: “Sesiapa yang berdoa kepada-Ku, maka aku akan menerima permintaannya dan sesiapa yang meminta keampunan daripada-Ku maka Aku akan mengampuninya” (HR Bukhari dan Muslim)

Allah swt berfirman:

“Berdoalah kepada-Ku pasti Kuperkenankan doamu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk ke neraka jahannam dalam keadaan hina dina.”
(Al-Mukmin/40: 60).

Dalam ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa doa adalah ibadah, dan menegaskan sebagai hal yang saling berlawanan: doa dan kesombongan. Yakni:



Pertama: Menggambarkan pribadi seorang hamba yang mengenal Tuhannya, mengenal dirinya sebagai hamba-Nya, dan menjalin hubungan kedekatan dengan Penciptanya.

Kedua: Menggambarkan sikap orang yang sombong, angkuh, keras kepala dan keras hati, ahli maksiat dan durhaka, yang jauh berbeda dengan pengenalan yang dirasakan oleh orang dalam sisi yang pertama.

Dengan makna tersebut menunjukkan bahwa orang yang menghina dan mengecilkan peranan doa dalam kehidupan, maka ia digolongkan pada bagian yang pertama. Orang yang sombong dan tidak mengenal dirinya. Padahal Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mengenal dirinya ia mengenal Tuhannya.”



Makna inilah yang dijelaskan oleh para kekasih Allah swt bahwa ibadah yang paling utama adalah doa. Karena tujuan ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan mengenal hak-hak Allah dan kekuasaan-Nya yang tak akan tertandingi oleh siapapun; untuk merendahkan diri di hadapan-Nya, karena meyakini bahwa segala kebutuhannya berada di tangan Allah Pemilik malakut langit dan bumi, yang apabila Dia memberi tak akan ada seorang pun yang mampu menghalangi, apabila Dia menahan tak akan ada seorang pun yang mampu memberinya, dan tak ada seorang pun yang kuasa menolak takdir-Nya kecuali Dia.

Tak ada ungkapan yang lebih jelas seperti makna yang diungkapkan di dalam doa. Karena doa menjadi wasilah untuk mengungkapkan rasa sedih dan duka, perasaan yang paling mendalam dan perjalanan batin, di waktu sekarang dan mendatang.

Dalam kondisi dan keadaan seperti itulah wujud ibadah paling nampak dan paling sempurna. Dan dalam kondisi itulah seorang hamba paling dicintai oleh Allah swt. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Amal yang paling dicintai oleh Allah azza wa jalla adalah doa.”



Jika Islam memperhatikan suatu persoalan tertentu, maka pasti atasnya ditetapkan adab adab dan syarat-syaratnya, agar manusia dapat memperoleh kesempurnaannya dan memetik hasilnya.
Hakikat Doa

Allah swt berfirman:

“Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengijabah doa orang yang bedoa bila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka memenuhi (seruan)Ku dan hendaknya mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam bimbingan.” (Al-Baqarah: 186)


Kandungan makna ayat ini diungkapkan dengan ungkapan yang paling indah, struktur bahasa paling lembut. Allah swt menggunakan kata “Aku” tidak menggunakan kata “Dia” dan lainnya. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Allah swt terhadap hamba-Nya yang berdoa.

Ungkapan kata “hamba-hamba-Ku” juga menunjukkan pada betapa besarnya perhatian Allah swt terhadap doa. Ayat ini tidak menggunakan kata penghubung dalam jawaban, yakni “Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku. sesungguhnya Aku adalah dekat”, ditambah menggunakan kata “Sesungguhnya” dan kata “qarib”. Ini menunjukkan bahwa ketika seorang hamba berdoa kepada-Nya, Allah sangat dekat dengannya, tetap dan selalu dekat dengannya.

Dalam hal ijabah, ayat ini menggunakan “fi’il mudhari’” (kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang dan mendatang). Ini menunjukan bahwa Allah sedang dan akan mengijabah doa hamba-Nya saat ia berdoa kepada-Nya.

Adapun maksudkan dengan kalimat “Aku mengijabah doa orang yang berdoa kepada-Ku” yang nampak membatasi ijabah-Nya. Maksudnya adalah Allah swt Allah mengijabah doa hamba-Nya jika ia benar-benar berdoa kepada-Nya dengan doa yang sebenarnya. Dan makna inilah yang juga dimaksudkan oleh firman-Nya:

“Berdoalah kepada-Ku, pasti Aku ijabah doamu.” (Al-Mukmin: 60)


“Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waqi’ah: 85)

“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qaaf: 16)

“Ketahuilah sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya.” Al-Anfal: 24)


Adab-Adab Berdoa
dan Syarat-Syarat Ijabahnya Doa

Pertama: Dalam keadaan suci
Di antara adab-adab berdoa harus dalam keadaan berwudhu’, khususnya ketika berdoa sesudah shalat.

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata kepada Musammi’: “Wahai Musammi’, apa yang menghalangi seseorang ketika ia berada dalam kesengsaraan duniawi untuk berwudhu’ lalu pergi ke masjid, kemudian melakukan shalat dua rakaat, lalu berdoa kepada Allah di dalamnya? Aku mendengar Allah swt berfirman: “Mohonlah pertolongan dengan kesabaran dan shalat.” (Tafsir Al-Ayyasyi 1: 43)

Kedua: Bersedekah, memakai wangi-wangian, dan pergi ke masjid

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika ayahku punya hajat, ia bersedekah dulu, lalu memakai wangi-wangian dan pergi ke masjid.” (Al-Kafi 2: 347)

Allah swt menyiapkan bagi orang yang memuji-Nya karunia yang baik dan limpahan pahala di atas harapan orang-orang yang bermohon.

Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang menyibukkan diri dengan memuji Allah, Allah akan memberinya di atas harapan orang-orang yang bermohon.” (Syarah Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid, jld 6: 190)
Wasalam, semoga bermanfaat


“Segala puji bagi Allah yang menjadikan pujian kepada-Nya kunci bagi zikir-Nya, dan sebab bagi penambahan karunia-Nya.” (Nahjul Balaghah, Khutbah 157)

Kelima: Memuji Allah swt:

Memuji Allah swt artinya mengakui keesaan Allah swt, membuktikan kebergantungan hanya kepada-Nya tidak kepada selain-Nya. Bagi yang hendak memohon hajat kepada Allah swt dalam urusan dunia dan akhirat, ia harus memuji Allah, mensyukuri karunia dan nikmat-Nya sebelum berdoa.


 Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika salah seorang dari kamu mengharap hajatnya, maka hendaknya ia memuji Allah swt.”
(Al-Kafi 2: 352, hadis ke 6)









































 

Wednesday, 8 May 2013

Wasiat Iman II

SOLAT TETAPI MASIH BUAT MAKSIAT..
nasihat diri dan untuk renungan bersama




Solat memang solat…tetapi kenapa ianya masih tidak mampu menghalang dari berbuat dosa. Bukan salah solat. tapi mungkin salah cara kita dalam bersolat.Solat merupakan batu asas bagi agama. Bahkan dalam Islam, diserlahkan kekuatan solat itu sehingga ianya diisytihar sebagai benteng kukuh yang mampu mencegah kita daripada perbuatan maksiat. Malah ianya sering disebut-sebut sebagai jaminan pasti bagi kita dalam menolak perbuatan mungkar

 

.

Tokoh ulama dari Tunisa Syeikh Tahir Ibn A’syur, di dalam kitabnya Maqasid al-Syariah, menyatakan bahawa setiap kefarduan yang diwajibkan ke atas setiap mukalaf, manfaatnya kembali kepada pelaksananya. Justeru dalam persoalan solat juga terdapat manfaatnya tersendiri. Allah s.w.t. berfirman yang bermaksud:

“Bacalah serta ikutlah (Wahai Muhammad) akan apa yang diwahyukan kepadamu daripada al-Quran, dan dirikanlah solat (dengan tekun); sesungguhnya solat itu mencegah daripada perbuatan yang keji dan mungkar; dan sesungguhnya mengingati Allah adalah lebih besar (faedahnya dan kesannya); dan (ingatlah) Allah mengetahui akan apa yang kamu kerjakan.”(Surah al-Ankabut: 45).

Ayat ini memahamkan kita bahawa dengan solat manfaatnya ialah kita dapat menghidari perbuatan mungkar. Kita juga sering mewar-warkan bahawa dengan melakukan solat maka secara pasti kemungkaran akan dihindari. Namun realitinya dari segi praktikal, ramai yang tertanya-tanya. Kenapa masih lagi terdapat perbuatan mungkar dan maksiat sedangkan si pelaku tersebut seorang yang tidak meninggalkan solat. Bukankah kehidupan realiti ini menggambarkan ianya seolah-olah bercanggah dengan kenyataan yang terdapat di dalam al-Quran.

Sebenarnya, hakikat maksud al-Quran itu langsung tidak bercanggah dengan realiti kehidupan manusia. Boleh jadi solat yang dilakukan kita itu tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki dalam menghindarkan diri dari perbuatan mungkar.

Jadi tidak menghairankan apabila Nabi SAW meletakkan graf tertentu kepada pelaku solat. Ada yang solat yang sempurna dan ada sebaliknya. Baginda pernah bersabda :

Ada orang yang telah melaksanakan solat, tetapi ia hanya menerima sepersepuluh, sepersembilan, seperlapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setengah pahala sahaja dari solatnya. Hadis hasan dari Ahmad, Abu Daud dan Ibn Hibban.

Cuba kita lihat dari sudut takrifan solat. Solat dari segi bahasa ertinya doa. Dari segi syarak pula ia bermaksud beberapa perkataan dan perbuatan yang didahului dengan takbir dan diakhiri dengan salam, mengikut syarat-syarat yang tertentu. Jika dirujuk kepada takrifan ini semata-mata, maka kita hanya akan memandang bahawa pensyariatan solat ini lebih berkisar kepada zahir amalan. Tentang tatacara, rukun, syarat dan sebagainya. Namun, solat sebenarnya bukan sekadar ibadah anggota badan sahaja. Namun ianya merupakan ibadah yang diteraskan dari hati sanubari seorang Muslim.

Disebabkan itu Syeikh Muhammad Bayumi dalam kitabnya ‘Akhta’ al-Musallin min Takbir ila Taslim menyatakan bahawa orang yang hendak melakukan solat (iaitu sebelum solat) sudah semestinya ia tidak melakukan kejahatan dengan tangannya, tidak berkata kesat, tidak melihat yang diharamkan. Ini kerana perbuatan hendak melakukan solat itu sendiri secara automatik membendung rasa inginkan kemungkaran.

SOLAT BUKAN SEKADAR PERGERAKAN ZAHIR

Jika kita merujuk kembali kepada ayat surah al-Ankabut di atas. Selepas Allah SWT mengatakan bahawa solat itu mencegah daripada perbuatan keji dan mungkar. Allah SWT mengikat kenyataan tersebut dengan ‘dan mengingati Allah itu adalah lebih besar’. Secara tidak langsung memberi gambaran kepada kita bahawa Allah SWT meletakkan proses hati dalam berhubung dengan Allah itu satu yang amat penting dalam maksud pensyariatan solat.

Menurut Imam Ibn Kathir di dalam tafsirnya, mengatakan bahawa tujuan solat yang lebih besar adalah untuk mengingati Allah. Kemudian barulah tujuan solat itu diisbatkan kepada usaha untuk meninggalkan perkara kemungkaran. Sebab itu al- Imam Ibn Kathir telah mensyaratkan kepada kita tiga pokok asas apa yang dinamakan dengan solat. Dan tidaklah dinamakan solat sekiranya ia tidak menepati tiga pokok asas iaitu, ikhlas, khasy-yah (takut), dan mengingati Allah. Ini kerana ikhlaslah yang mengarah kita kepada perbuatang makruf. Manakalah khasy-yah (takut) pula menghalang kita dari perbuatang mungkar.

Sebab itu perbuatan solat secara zahirnya sahaja bukan penentu atau jaminan seseorang itu meninggalkan mungkar secara pasti. Walaupun ayat ini menyatakan demikian, namun ayat al-Quran perlu diteliti secara keseluruhan. Boleh jadi solat dilakukan tanpa khusyu’, sambil lewa dalam solat, malas bila mengerjakannya, solat dalam keadaan tergesa-gesa malah mungkin ianya dilakukan semata-mata untuk berpura-pura dengan maksud riya’. Sudah pasti solat itu tidak seutuh benteng untuk mencegah kemungkaran.

SOLAT YANG DILENGAH-LENGAHKAN

Di dalam al-Quran diceritakan bagaimana mungkin perbuatan mungkar mampu ditinggalkan secara pasti dengan melakukan solat semata-mata, sedangkan dalam ayat yang lain Allah menyatakan kemurkaan kepada orang yang solat. Ini dapat dilihat pada ayat ke 4 surah al-Maa’un yang bermaksud :

“ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang solat, iaitu orang-orang yang lalai dari solatnya”

Ibnu Abbas memberi gambaran bahawa yang dimaksudkan orang yang celaka disini ialah orang-orang yang munafiq. Dimana mereka mengerjakan solat ketika di hadapan banyak orang dan tidak mengerjakannya ketika ia dalam keadaan bersendirian. Samada lalai ketika dalam solat mahupun lalai untuk mengerjakannya pada waktu yang ditetapkan. Pendapat mengenai ayat ini ditegaskan kepada orang yang lengahkan solat juga dipersetujui oleh Masruq dan Abu ad-Dhuha.

Menurut ‘Atha’ bin Dinar pula. Allah telah menggunakan kalimah (‘an) ‘yang lalai dari solatnya’. Allah tidak menggunakan kalimah ( fi ) ‘yang lalai di dalam solatnya’. Ini bermaksud jelas bahawa lalai disini adalah lalai dengan melengah-lengahkan solat.


Di dalam kitab Al-Durr Al-Manthur karangan al-Imam As- Suyuthi mengatakan bahawa, daripada Sa’ad B. Abi Waqash telah berkata: Aku bertanya kepada Nabi SAW tentang FirmanNYA: “(yaitu) orang-orang yang lalai dari (tentang) solat mereka” Nabi SAW telah bersabda: Mereka ialah orang-orang yang melewatkan solat dari waktunya.

Dapat dipastikan disini bahawa salah satu ciri-ciri orang yang munafiq ialah suka melambat-lambatkan solat sehingga di hujung waktu.
SOLAT ORANG MUNAFIQ

Sebab itu bukan semua solat yang dikerjakan oleh orang kebanyakkan itu sudah pasti menghindarkan dirinya dari perbuatan mungkar. Kerana dikalangan orang yang solat juga terdapat orang munafiq. Iaitu orang yang berpura-pura dengan solatnya. Justeru itu tidak menghairankan bapa kepada orang munafiq iaitu Abdullah bin Ubai bin Salul sendiri pernah solat di belakang baginda Rasulullah SAW.

Gambaran yang lebih jelas telah dinyatakan oleh Allah di dalam al-Quran. Bagaimana kita mampu mengenali ciri-ciri solat orang yang munafik. Di dalam surah al-Nisa’ ayat ke 142 Allah menyatakan bahawa :


“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk solat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ ( dengan solat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”

TANDA SOLAT MUNAFIQ IALAH SOLAT DENGAN MALAS

Sebab itu diriwayatkan oleh Ibn Mardawaih dari Ibn Abbas bahawa dimakruhkan kita melaksanakan solat dalam keadaan malas. Namun hendaklah dikerjakan dalam keadaan wajah ceria, kemahuan yang tinggi dan begitu gembira. Ini kerana ia sedang bermunajat kepada Allah. Sesunggguhnya Allah di hadapannya, mengampuninya dan memperkenankannya jika ia memohon.


Dalam Tafsir Ibn Kathir menyatakan bahawa Allah sudah pasti tidak dapat ditipu oleh orang munafiq. Malah Allah mengetahui segala rahsia batin. Sebab itu dinyatakan tanda-tanda orang munafiq dalam melakukan ibadah solat. Antaranya ialah jika mereka melakukan solat, mereka akan melakukan dengan malas. Ini kerana di dalam hati mereka tidak mempunyai niat yang betul. Tidak memiliki iman. Malah tidak merasa takut dan tidak memahami maknanya.

Sebab itulah pada zaman Rasulullah SAW, orang-orang munafiq kerap kali kelihatan hanya pada waktu solat Zohor, Asar dan Maghrib. Namun keupayaan mereka tidak memungkinkan mereka untuk bangun dan berjemaah solat Subuh dan Isyak. Ini kerana apabila solat dilakukan bukan dengan kemahuan hati yang ikhlas, maka bila datangnya waktu yang malas, mereka meninggalkannya.


SOLAT DALAM KEADAAN RIYA’
Itu gambaran ciri-ciri zahir seorang munafiq dalam melakukan solat. Kemudian Allah menyambung semula ayat 14surah an-Nisa berkenaan dengan ciri-ciri batin yang terdapat di hati seorang munafiq dalam melakukan solat. Allah menyebut, “mereka riya’ di hadapan manusia”. Iaitu mereka melakukan solat tanpa ada hubungan dengan Allah akan tetapi untuk tatapan manusia.
Dari Imam Ahmad meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa memperdengarkan amalan amal perbuatannya kepada orang lain, maka Allah akan memperdengarkan amal orang itu kepada makhlukNYA serta menghina dan merendahkannya.”

SOLAT DENGAN TERGESA-GESA

Antara sebab-sebab lain solat itu tidak mampu mencegah kita daripada perbuatan mungkar ialah, apabila ianya dilakukan dengan remeh temeh. Ianya dilakukan sekadar melepaskan batuk di tangga. Ini jelas pada sambungan ayat sebentar tadi iaitu “Mereka tidak mengingati Allah kecuali sedikit sekali”


Ibnu Kathir berkata, ini kerana ketika solat mereka tidak khusyu’ malah tidak mengerti apa yang diucapkan. Bahkan dalam solat mereka bermain-main serta berpaling dari kebaikan yang ingin dicapai. Imam Malik meriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :

Itu adalah solat orang munafiq. Itu adalah solat orang munafiq. Itu adalah solat orang munafiq. Ia duduk menunggu matahari, hingga apabila matahari itu berada di antara dua tanduk syaitan, kemudian ia solat (bagaikan burung) mematuk empat kali (solatnya cepat). Mereka tidak berzikir kepada Allah di dalamnya, kecuali sedikit sahaja”. Hal yang sama diriwayatkan oleh Muslim, Tirmizi dan Nasai’e.



“JADIKAN SOLAT SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI DENGAN ALLAH

Solat adalah satu komunikasi yang sangat baik antara Allah dan manusia. Ia menjadi sebahagian pengikat antara hamba dan makhluk. Bahkan dalam setiap urusan disuruh untuk kita berurusan dahulu dengan Allah, kemudian barulah dengan manusia yang lain. Sekiranya penghubung komunikasi tersebut hanya sekadar acuh tak acuh, mana mungkin perisai kemungkaran itu boleh dihasilkan.

Sebab itu Nabi Muhammad SAW dalam setiap urusan kehidupan akhirat malah urusan dunia sentiasa menyuruh umatnya mendahului dengan solat dua rakaat. Ini dapat dilihat dalam kisah solat istikharah yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah maksudnya : Adalah Rasulullah SAW , mengajar kami melakukan istikharah (memohon petunjuk bagi mendapat pilihan yang tepat) pada segala urusan atau pekerjaan. Baginda bersabda apabila seseorang itu ada cita-cita mengenai satu-satu urusan, pekerjaan , hendaklah ia dirikan sembahyang dua rakaat bukan sembahyang fardhu dan kemudian berdoa. ( riwayat al-Jamaah)


Setiap perbuatan menggambarkan bahawa proses mengingati Allah itu adalah sebahagian dari kekuatuan pengawalan nafsu dari terus melakukan perbuatan mungkar. Jelas disini, bukti menunjukkan bahawa solatlah sebahagian dari cara yang paling berkesan dalam menghubungkan hati manusia untuk mengingati Allah SWT. Ini bersesuaian dengan firman Allah SWT yang bermaksud :

” Sesungguhnya Akulah Allah, tiada Tuhan melainkan aku, oleh itu, sembahlah akan daku, dan dirikanlah solat untuk mengingati daku.” (Surah Toha : 14)

JADIKAN SOLAT TEMPAT MENGADU KESEDIHAN DAN KESUSAHAN

Malah setiap kali menghadapi ujian, cabaran mahupun kesulitan dalam hidup Baginda sepanjang menyebarkan ajaran Islam, Baginda akan mengambil waktu untuk melakukan solat terlebih dahulu memohon petunjuk daripada Allah SWT dan memohon ketenangan jiwa untuk melaksanakan misi Islam. Ini bersesuaian dengan firman Allah yang bermaksud :


“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada ALLAh) dengan sabar dan solat. Sungguh, ALLAh beserta dengan orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah : 143)

“Sesungguhnya manusia itu dijadikan (bersifat) mengeluh apabila kesusahan menimpa dia dan kikir apabila keuntungan mengenai dia, kecuali orang-orang yang solat, yang berkekalan atas solat mereka.” (Al-Ma’arij:19-23)

Benarlah firman Allah di dalam Surah al-Mukminun ayat pertama dan kedua, “Sesungguhnya berjayalah orang mukmin, iaitu mereka pada solat yang khusyu’ pada solat mereka”. Makin erat hubungan hati manusia dengan pencipta makin berjayalah seseorang itu di dunia dan di akhirat.



KESIMPULAN

Justeru, ketepatan amalan solat berdasarkan hadis-hadis yang sahih mengikut tatacara yang tepat dengan sifat solat Nabi perlu dipelajari. Agar solat kita tidak ditolak oleh Allah hanya kerana kejahilan kita memahami sunnah. Dalam masa yang sama, benteng untuk mencegah kemungkaran bukan sekadar pergerakan anggota zahir badan semata-mata. Namun ianya juga berkait rapat dengan hubungan hati. Solat adalah ikatan batin antara manusia dengan Allah. Andai manusia cukup beradab sopan dengan Allah bermula dari saat takbir hingga salam. Mengapakah latihan sebanyak 5 kali sehari itu tidak boleh membentuk jiwa yang beradab sopan dengan Allah sepanjang kehidupan kita.

Janganlah apabila kita melakukan maksiat, maka kita menyalahkan solat kerana ianya tidak mempu menjadi benteng. Tetapi periksalah keadaan solat kita. Adakah ianya benar-benar solat yang dikehendaki oleh Allah SWT.